Kamis, November 06, 2008

Pedoman pemakaian bahasa dalam pers



a. W aratawan hendaknya secra konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh para korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar ini ialah kesalahan ejaan.

b. Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim. Kalau pun ia harus menulis akronim, maka satu akali ia harus menjelasakan dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami oleh khalayak ramai.

c. Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefiks. Pemenggalan kata awalan me dapat dilakukan dalam kepala berita meningat keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan samapai dipukulratakan sehingga merembet pula ke dalam tubuh berita.

d. Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan dan kata tujuan (subjek, predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah ”satu gagasan atau satu ide dalam satu kalimat”.

e. Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipakai dalam trnsisi berita seperti kata-kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka. Dengan demikian dia menghilangkan monotoni (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus dia menerapkan ekonomi kata atau penghematan dalam bahasa.

f. Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung) dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.

g. Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me).

h. Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.

i. Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.

j. Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.

Minggu, Oktober 26, 2008

Bahasa Jurnalistik

ASM. Romli



Posisi Bahasa Jurnalistik

1. Alat komunikasi khusus media kepada audiense
2. Subsistem
3. Sebagai lab bahasa bagi masyarakat sekaligus trend center



Karakter Bahasa Jurnalistik

1.Singkat, menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.

2.Padat, dalam kata dan kalimat pendek mampu menyampaikan informasi lengkap, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata, Kalimat pendek lebih mudah dimengerti.

3.Sederhana: (a) memilih kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks; (b) menggunakan bahasa orang awam, menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah.

4.Lugas, mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .

5.Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang.

6.Jelas, mudah dipahami, tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambigue) atau tidak menggunakan bahasa kiasan (konotatif), menggunakan kata-kata yang dipahami orang banyak.

7.Hemat kata, prinsip ekonomi kata (economy of words), yaitu menggunakan sesedikit mungkin kata-kata untuk menginformasikan banyak hal, kemudian - lalu; sekarang - kini; kurang lebih – sekitar.

8.Dinamis, tidak monoton. Misal, ketika menulis nama tokoh yang disebut berulang-ulang, kemukakan sebutan atau jabatan lain (atribusi) tokoh tersebut.

9.Membatasi Akronim. Kalaupun harus menulisnya, maka satu kali pada awal tulisan harus dijelaskan dalam tanda kurung kepanjangannya.

10.Kata Mubazir dan Kata Jenuh - Dalam bahasa jurnalistik dikenal istilah Kata Mubazir dan Kata Jenuh. Keduanya harus dihindari dalam penulisan.

11. Kata Mubazir, yaitu kata-kata yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat, seperti “adalah” (kata kopula), “telah” (petunjuk masa lampau), “untuk” (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), “dari” (sebagai terjemahan of dalam bahasa Inggris), “bahwa” (sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.



Drs. Haris Sumadiria, Msi



Bahasa Jurnalistik
Menurut S. Wojowasito dari IKIP Malang dalam karya Latihan Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia ( KLW PWI ) di Jawa Timur ( 1978 ), bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam hari-harian dan majalah. Dengan fungsi yang demikan itu bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal, sehingga sebagian besar masyarakat dapat menikmati isinya. Bahasa Jurnalistik tunduk pada bahasa baku. Enurut Jus Badudu, bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya.
Berbeda dengan bahasa sinetron yang sering asosial, akultural, egois dan elitis, bahasa jurnalistik justru sangat demokratis dan populis. Disebut demokratis, karena dalam bahasa jurnalistik tidak dikenal istilah tingkat, pangkat, dan kasta, sebagai contoh, kucing makan saya, saya makan, guru makan, gubernur makan, menteri makan, presiden makan. Semua diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggalkan derajatnya. Disebut populis, karena bahasa jurnalstik menolak semua klaim dan paham yang ingin membedakan si kaya dan si miskin, si tokoh dan si awam, si pejabat dan si jelata, sipintar dan si bodoh, si pelajar dan (maaf) si kurang ajar. Bahasa jurnalistik diciptakan untuk semu lapisan masyarakat di kota dan di desa, di gunung dan di lembah di darat dan dilaut. Tidak ada satu pun kelompok masyarakat yang dianakemaskan atau dinaktirikan oleh bahasa jurnalistik.

Sabtu, September 20, 2008

Mudik sudah menjadi fenomena tiap penghujung bulan suci Ramadan.

Mudik adalah sebuah tradisi turun temurun dari zaman dulu, kebiasaan pulang kampung ini selalu dilakukan bagi orang-orang yang hijrah dari kampung mereka ke kota lain rata-rata untuk mencari pekerjaan. Sebelum hari raya idul fitri datang orang-orang berbodong-bodong membeli tiket agar tidak kehabisan.

2 minggu sebelum idul fitri orang-orang sudah mulai meninggalkan aktifitas pekerjaan mereka untuk pulang kampung. Inilah dimulainya kemacetan lalu lintas jalur darat, yang ditakutkan bagi sebagian orang dari kemacetan ini adalah sering terjadinya kecelakaan lalu lintas, meskipun banyak sekali petugas yang diturunkan namun tetap saja kecelakaan tidak bisa dihindari, ini dikarenakan pengendara kurang mematuhi lalu lintas atau pengendara kurang konsentrasi dalam mengemudi.

Tahun kemarin banyak sekali pasilitas bagi para pemudik untuk beristirahat sejenak, seperti pos polisi atau pos telefon seluler yang menyediakan fasilitas yang cukup nyaman bagi para pemudik yang ingin beristirahat, kesempatan digunakan bagi perusahaan seluler untuk mempromosikan perusahaan mereka kepada para pemudik, seperti kartu perdana atau fasi;litas lainnya yang perusahaan tersebut tawarkan. Apakah tahun ini akan ada lagi fasilitas seperti itu, kita lihat saja nanti di penghujung bulan suci ramadhan.

Jumat, September 19, 2008

Training Retorika Dakwah dan Jurnalistik Dakwah

KIK Pusdai Jabar menyelenggarakan seminar training retorika dakwah dan training jurnalistik dakwah diselenggarakan pada 12-13 dan 19-20 September 2008 pukul 08:00-17:30 WIB di ruang seminar Pusdai Jabar Jln. Ponegoro 63 Bandung dengan pemateri H.Asep S. Muhtadi, H.Usep Romli HM, AS. Haris Sumadiria, dan ASM Romli. Materi yang disampaikan berhubungan dengan komunikasi dan kejurnalistikan diantaranya pembahasan tentang teknis menulis, artikel dakwah, dan ada juga teknik reportase.